Kisah Evan

Hari itu, aku sudah berjanji akan menemui beberapa anak muda di Gang Pertama Way Halim. Sekedar bersilahturahmi dan berdialog dengan mereka. Jam sudah menunjukkan waktu setengah delapan malam. Sesungguhnya aku sudah telat dari waktu yang kujanjikan. Dikarenakan jarak, dan tamu yang tak terduga datang ke rumah. Beberapa dari mereka sudah pergi karena bosan menunggu. Kebetulan tak jauh dari rumah itu ada panggung dangdut. Tentu lebih menarik daripada acara ngobrol-ngobrol dengan caleg.

Segera setelah aku sampai, tanpa ditunda lagi. Acara dimulai, beberapa remaja-remaja pria dan seorang wanita sudah duduk rapi.
Awalnya forum masih berlangsung secara canggung. Mereka masih malu-malu dan segan untuk berdialog denganku. Aku berusaha mencairkan suasana. Beberapa guyonan dan lelucon garing kuutarakan ke mereka. Lambat laun suasana akhirnya mulai mencair.

Acara dimulai dengan perkenalan diriku, alasan aku mencalonkan diri, riwayat singkat dan seterusnya. Dilanjutkan dengan sosialisasi cara pencontrengan dan tetek bengek yang berkaitan dengan cara memilih yang benar.

Jam sembilan, salah satu temanku datang menyusul. Dona namanya, sengaja kupinta datang untuk menemaniku bersilahturahmi dengan mereka.

Forum pun semakin ramai, karena beberapa teman mereka yang tadinya pergi. Kembali datang menghadiri acara kecil-kecilan itu. Beberapa piring gorengan dan kopi hangat dihidangkan tuan rumah. Agar kami dapat mengobrol dengan santai.

Sesi tanya jawab dan dialog baru saja kami mulai. Masih banyak dari mereka yang malu-malu untuk bertanya. Untunglah ada Pak Agus, salah satu pengurus BM (Barisan Muda) PAN yang menjadi fasilitator acara pada malam itu.

Beberapa pertanyaan dilemparkan beliau, terkadang membuatku ketar-ketir juga. Karena masih minimnya pengetahuanku menyangkut partai yang mengusungku. Tapi syukur alhamdulillah bisa ku jawab dengan lancar.

Saat itulah aku berkenalan dengan Evan, remaja tamatan SMP yang manjadi pengamen dipinggir jalan untuk membantu ekonomi keluarganya.

Banyak sekali pertanyaannya yang membuatku berdecak kagum. Mulai dari apa saja program yang diusung PAN, apa program pendidikan yang diusungkan PAN, besar dana pendidikan yang diusulkan PAN, usulan agar pendidikan wajib 12 tahun dll dsbg.

Sesi Tanya jawab aku dan Evan cukup alot, karena setiap kali kuberi jawaban, dia langsung mengajukan pertanyaan lain. Terkadang lidahku sampai kelu, bingung mau menjawab apa (hahahaha). Semangat Evan dalam bertanya memancing teman-temannya untuk mengajukan pertanyaan juga. Membuat forum itu semakin ramai.

Evan juga mengkritisi diriku yang seolah malas mengumbar janji. Membuatku memiliki kesan yang cukup dalam tentang dia. Sungguh cerdas anak ini, pikirku.

Selesai acara, aku mengobrol sebentar dengan Tante Jamilah, sang empunya rumah. Beliau menceritakan mengenai kondisi Evan, yang terpaksa tidak meneruskan sekolah karena tak ada biaya. Aku langsung terenyuh, sungguh sayang…karena dari cara dia bertanya, aku tahu keinginan kuat yang dia miliki untuk melanjutkan sekolah sampai jenjang tertinggi. Namun apa daya tangan tak sampai.

Sendiri dalam perjalanan pulang, aku merenung. Masih banyak PR Bangsa ini yang harus diselesaikan. Salah satunya masalah pendidikan. Dan aku menanyakan kepada diriku sendiri, apakah aku sanggup menyelesaikan PR yang tertunda ini?

Harus ada sebuah program yang biaa langsung diaplikasikan untuk memecahkan masalah ini. Karena apa yang di alami Evan, aku yakin bukan hanya ada di gang pertama kecamatan Kedaton Bandar Lampung. Tapi juga di daerah-daerah di penjuru Indonesia.

Komentar

Postingan Populer